


Pendakian kali ini sedikit berbeda. Bukan hanya soal menaklukkan gunung untuk pertama kalinya, tapi juga menaklukkan perasaan yang sebelumnya sempat membuatku jatuh. Setelah melewati masa-masa yang berat, aku butuh ruang baru—tempat untuk bernapas, menata ulang diri, dan menantang batasan yang kubuat sendiri. Dari situ, aku memutuskan untuk mendaki Gunung Ungaran, 2050 mdpl, sebagai bentuk terapi sekaligus pembuktian bahwa aku kuat dan bisa bangkit lagi.
Awal pendakian terasa berat. Bukan cuma karena medan dan tanjakan, tapi karena kepala yang masih penuh sesak. Namun setiap langkah perlahan mengurai perasaan itu. Jalur hutan yang rimbun, hijau, dan teduh memberi ketenangan yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Seolah alam dengan sabarnya menyerap setiap sedih yang kubawa dari bawah
Orang bilang Ungaran cukup ramah untuk pemula, tapi tetap punya tantangannya sendiri. Buatku, setiap tanjakan adalah simbol proses move on: pelan, melelahkan, tapi tetap bisa dilewati. Dengan modal nekat dan satu tekad yang sederhana—aku tidak akan menyerah aku terus melangkah.
Sampai di puncak, semua rasa capek dan sesak itu hilang seketika. Pemandangan lautan awan, langit biru bersih, dan hamparan padang rumput membuatku benar-benar terdiam. Ada perasaan lega yang sulit dijelaskan. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, aku merasa ringan.
Berdiri di ketinggian 2050 mdpl, aku sadar bahwa perjalanan paling berat sebenarnya sudah kulalui sejak lama. Pemandangan di atas awan ini rasanya seperti hadiah untuk diriku sendiri untuk versi diriku yang sudah bertahan dan memilih untuk maju, meski jalannya tidak mudah.
Pendakian pertama ini bukan hanya tentang berhasil mencapai puncak. Ini tentang berdamai dengan diri sendiri. Tentang menyadari bahwa rasa sakit tidak selamanya menghancurkan kadang justru mendorong kita untuk menjadi lebih kuat.
Buat siapa pun yang sedang merasa stuck atau patah hati, coba beri diri kalian kesempatan untuk melihat dunia dari tempat yang lebih tinggi. Gunung Ungaran adalah tempat yang sempurna untuk itu. Dari atas, kita bisa melihat bahwa masalah yang terasa besar di bawah, ternyata tidak sebesar itu ketika sudah berdiri di atas puncak.
Aku berhasil melewati pendakian ini, dan dari sini aku memilih untuk terus menatap ke depan.